Kisah Seorang Pria di Pekanbaru Sukses Ekspor Minyak Jelantah Hingga ke Eropa

Bak Jelantah

PEKANBARU, AYORIAU.CO- Minyak jelantah dipandang sebagian besar orang sebagai limbah yang tak bisa digunakan lagi. Namun, di tangan sekelompok pemuda asal Pekanbaru, minyak goreng bekas ini bernilai ekonomis tinggi.

Para pemuda yang tergabung dalam CV Arah Baru Sejahtera ini memanfaatkan minyak jelantah menjadi pundi-pundi uang, bahkan sampai diekspor ke luar negeri untuk diolah menjadi biodiesel.

Limbah minyak jelantah tersebut dikumpulkan dari pemakaian rumah tangga, kebutuhan restoran dan UMKM yang meliputi minyak sawit dan segala minyak goreng lainnya.

M Rizky Ramadhan, pria asal Pekanbaru yang merupakan pimpinan CV Arah Baru Sejahtera, mengungkapkan awal perjalanan bisnis limbah minyak jelantah tersebut.

Ia bersama rekan-rekannya membuat bisnis ini karena rasa pedulinya terhadap lingkungan kurang terjaga dari limbah minyak jelantah. Tak hanya itu, kehadiran bisnis minyak bekas ini juga wujud peduli kesehatan.

Banyak pelaku UMKM, kata dia, yang berbahan dasar dari minyak goreng, takutnya daripada dibuang atau disalah gunakan yang membahayakan kesehatan bisa dikumpulkan dan dijual kembali.

"Kita peduli lingkungan sekaligus peduli kesehatan, kita hadirkan program Bank Jelantah membantu masyarakat dan pelaku usaha dari pada dibuang bisa dijual lagi bisa juga ditukar dengan sembako, emas atau uang," ujar Rizki, Sabtu (28/8/2021).

Ia mengungkapkan, untuk mengumpulkan minyak jelantah ini, mereka mendirikan Bank Jelantah yang mitranya sudah ada di kabupaten/kota di Riau.

Hal ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam menjual minyak bekasnya. Rizki menuturkan bahwa minyak jelantah setelah dikumpulkan dari para supplier, akan difilter dan dilakukan uji laboratorium terlebih dahulu.

Setelah spesifikasinya cocok dengan permintaan perusahaan luar negeri, baru kemudian diekspor.

Menurutnya, masing-masing negara tujuan ekspor memiliki spesifikasi tersendiri untuk minyak jelantah tersebut. Adapun pihaknya mengekspor minyak bekas ini tergantung cocok tidaknya spesifikasi dari negara mana.

"Kita ekspor kadang ke Singapura, ada juga sampai ke Italia dan Amsterdam (Belanda, red). Tergantung spesifikasi apa yang mereka butuhkan, dan kita adanya apa, itu diuji dulu di laboratorium yang biasanya kami bekerja sama dengan Politeknik Kampar," ungkapnya.

Sebetulnya minyak jelantah ini tidak hanya bisa diolah sebagai biodiesel, tetapi juga bisa diolah menjadi lilin, sabun dan lain sebagainya. Alasan pihaknya mengekspor untuk biodiesel, karena menurutnya biodiesel menjadi salah satu olahan yang menjanjikan karena merupakan energi terbarukan.

"Di luar negeri orang sudah menggunakan biodiesel, karena lebih ramah lingkungan dan sumber energi terbarukan," sebutnya.

Rizky mengaku, bisnis yang ia mulai sejak tahun 2018 lalu dan mulai berbadan hukum pada tahun 2019 ini tidak berjalan mulus begitu saja. Bahkan ia juga sempat beberapa kali ditipu oleh supplier yang berbuat curang karena mencampur minyak jelantah dengan oli atau lainnya.

Namun menurutnya, hal tersebut menjadi tantangan bagi ia dan rekan-rekannya untuk berbuat lebih baik lagi dan lebih teliti lagi ketika membeli jelantah dari para penjual minyak jelantah.

"Namanya bisnis tidak mungkin berjalan mulus, sempat juga kena tipu. Tapi diambil pelajaran saja semuanya," ungkapnya.

Rizky menyebutkan, per harinya ia bisa mengumpulkan satu sampai dua ton minyak jelantah yang disuplai dari Bank Jelantah dari Kabupaten/Kota se Riau.

Untuk ekspornya, jelasnya dilakukan sekali sebulan dengan kapasitas satu sampai dua kontainer, dengan jumlah minyak jelantah per kontainernya sebanyak 21 ton.

"Sekarang antusias masyarakat sudah cukup tinggi untuk menjual minyak jelantahnya karena kan bisa dijadikan uang lagi. Volume minyak jelantah kita berkurang selama pandemi, mungkin karena banyak tempat makan yang tutup, biasanya sebulan kita bisa ekspor tiga kontainer per bulan," ucapnya.

Ia menyatakan, bagi masyarakat yang ingin menjual minyak jelantahnya bisa melalui Bank Jelantah atau langsung ke kantornya di Kompleks Pergudangan Golden City Nomor B10 Jalan Air Hitam Kota Pekanbaru, atau bisa juga menghubungi melalui instagram bankjelantah_pekanbaru atau bisa menghubungi di nomor 085264385912/082298354357.

Untuk harga minyak jelantah perkilonya dibeli dengan harga Rp 7.000 dan itu merupakan harga standar. Jika volume jelantahnya lebih tinggi, maka bisa dibeli dengan harga yang tinggi pula.

"Untuk mengumpulkan minyak jelantah ini kita juga bekerja sama dengan Yayasan Sahabat Cinta Ummat dalam program sedekah jelantah, dan juga dengan Bank Sampah Pekanbaru, serta komunitas pegiat lingkungan lainnya," ungkapnya.

Rizky berharap ke depannya minyak jelantah ini tidak hanya diekspor kemudian diolah negara luar menjadi biodiesel, namun ia ingin limbah minyak ini bisa diolah sendiri di Provinsi Riau.

Ia mengakui, saat ini keterbatasan dalam pengelolaan biodiesel minyak jelantah ini adalah harga mesin yang cukup mahal, sumber daya manusia yang belum mumpuni, serta belum adanya pasar yang jelas kemana biodiesel tersebut akan disalurkan.

"Tentu kita berharap kita juga mengolah sendiri, tapi saat ini kita masih terbatas. Sebetulnya di Politeknik Kampar itu sudah bisa mengolahnya jadi biodiesel tapi karena pasarnya belum ada jadi belum dilanjutkan," tuturnya. (suara.com)


[Ikuti Ayoriau.co Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar