Menakar Kebijakan Pemerintah Ditengah Pandemi Covid-19

Penulis : Rizka Lestari

AYORIAU.CO- Kasus COVID-19 di Indonesia terus meningkat dan menyebar. Ditemukan bahwa pemerintah Indonesia lambat merespons pandemi COVID-19 di awal penyebarannya pada Maret 2020. Pemerintah kemudian mengeluarkan beberapa kebijakan seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB), PSBB Transisi, PPKM Darurat dan Sebagainya. 

Kebijakan ini hanya akan berhasil jika masyarakat mengikutinya, karena masyarakat dapat menjadi kunci keberhasilan kebijakan tersebut, baik sebagai pendukung maupun penghambat. 

Disarankan agar pembuat kebijakan lebih memperhatikan karakteristik masyarakat serta sistem mitigasi sebagai tindakan pencegahan dan manajemen risiko untuk membuat kebijakan yang jelas di masyarakat.

Pembuatan kebijakan merupakan upaya untuk menggabungkan pengetahuan teknis dengan politik yang kompleks. Kebijakan yang diambil oleh organisasi publik adalah untuk menjawab permasalahan yang dialami oleh masyarakat.

 

Kajian Karakteristik Kebijakan

Karakteristik pertama sebagai kerangka kerja untuk memecahkan masalah. Selanjutnya, sifat kebijakan adalah multidisiplin dan, kebijakan adalah normatif atau berorientasi nilai. 

Secara tradisional, pendekatan kebijakan publik terdiri dari pilihan yang akan diambil oleh pengambil keputusan dengan memperhitungkan dampak yang diharapkan melalui pertimbangan biaya dan manfaat. 

Di negara berkembang seperti di Indonesia, suatu kebijakan publik memiliki ruang lingkup yang hierarkis, baik lokal, nasional, regional, maupun bahkan internasional.

 

Masyarakat Sebagai Kunci Keberhasilan dan Penghambat Kebijakan

Kebijakan publik yang kompleks dan multidisiplin seringkali gagal mewujudkan tujuannya dalam masyarakat. Dalam konteks kebijakan Terkait COVID-19, sebelumnya pemerintah Indonesia tidak memiliki kebijakan yang memadai dalam wabah. 

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Undang-Undang nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dinilai tidak mampu mengakomodir respon kebijakan saat ini diperlukan. Situasi ini akhirnya menimbulkan krisis kebijakan, hingga akhirnya pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan teknis. 

Dunia berada di tengah pandemi paling parah dalam sejarah peradaban manusia dan memiliki efek yang belum pernah terjadi sebelumnya. Efeknya jauh melampaui sistem. Ini memiliki efek di setiap sektor masyarakat, yaitu ekonomi, teknis, dan sistem sosial seperti agama, pendidikan, pola kerja dan komunikasi sosial. 

Menurut WHO, penyebaran COVID-19 bisa dihambat dengan deteksi dini, isolasi, dan pengobatan yang efektif dan pelacakan kontak pasien. Cina sebagai negara awal di episentrum penyebaran COVID-19 melakukan karantina wilayah atau lockdown selama beberapa bulan untuk menekan penyebaran wabah virus corona.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan dalam penanganan penyebaran kasus COVID-19. Padahal respon awal pemerintah Indonesia kurang baik, dan ada krisis kebijakan, beberapa kebijakan terkait langsung dengan penanganan COVID-19, antara lain physical distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Selain itu, beberapa kebijakan yang mengakibatkan dampak sosial ekonomi. Ini menunjukkan bahwa beberapa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak efektif dalam menekan jumlah Kasus COVID-19, karena jenis kebijakannya lebih top-down. Masyarakat menjadi sasaran kelompok kebijakan dan itu kurang dapat diterima oleh mereka. 

Artinya, dalam hal Penanganan COVID-19 di Indonesia, masyarakat dapat menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan dalam penanganan COVID-19. Krisis kebijakan di awal penanganan COVID-19 menyebabkan kelalaian masyarakat. 

Selain itu, dalam menyikapi COVID-19, pengambil kebijakan perlu memperhatikan karakteristik masyarakat dan terlibat dalam semua tahapan kebijakan sehingga dapat meningkatkan tingkat penerimaan di masyarakat. Konsisten dengan keadaan adalah sebagai upaya untuk meminimalkan dampak sosial ekonomi pada masyarakat. 

Ini bukan berarti bahwa negara berkembang lainnya harus mengadopsi kebijakan yang sama seperti Indonesia, termasuk kebijakan jaga jarak sosial. Masyarakat merupakan subyek yang menentukan berhasil tidaknya suatu kebijakan dalam mencapai tujuan.


[Ikuti Ayoriau.co Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar