Tragedi Ribuan Ikan Mati di Desa Sering, Tiga Kanal Limbah Industri Diduga Milik APRIL Group Disorot

Foto : Tiga Kanal Limbah Industri diduga milik APRIL Group di Sungai Desa Sering.

AYORIAU.CO, PELALAWAN - Desa Sering beberapa pekan terakhir menjadi pusat perhatian publik. Bukan karena prestasi ataupun kegiatan pembangunan, namun akibat tragedi lingkungan yang membuat geger masyaraka bahwa ribuan ikan mabuk dan mati di Sungai Desa Sering hingga menjalar ke Sungai Kampar.

Fenomena tersebut memaksa berbagai pihak turun tangan. Bupati Pelalawan hingga Komisi III DPRD Kabupaten Pelalawan telah datang langsung ke Desa Sering untuk meninjau kondisi sungai sekaligus menampung keluhan masyarakat. 

Pemerintah Kabupaten Pelalawan juga telah melakukan pengambilan sampel air sungai untuk diuji laboratorium dalam rangka memastikan penyebab kematian ikan secara massal. Namun hingga berita ini diterbitkan, hasil resmi laboratorium belum diumumkan.

Masyarakat setempat menduga kematian ikan berkaitan dengan keberadaan tiga kanal pembuangan limbah yang bermuara ke Sungai Desa Sering. Kanal tersebut diduga berasal dari: PT RAPP, PT Asia Pacific Rayon (APR) dan PT Inti Indosawit Subur. 

Namun dugaan tersebut belum dapat dipastikan sebelum Pemerintah Kabupaten Pelalawan merilis hasil resmi pengujian air.

Kejadian ikan mati secara massal ini bukan baru pertama kali terjadi. Hal tersebut diungkapkan oleh Naldi, warga Kecamatan Pelalawan.

“Kejadian ini bukan sekali, ini kejadian sekian kalinya ikan mati dan mabuk di Sungai Desa Sering hingga sepanjang Sungai Kampar hingga Kelurahan Pelalawan,” ungkap Naldi, Kamis (6/11/2025) lalu.

Ia menyebut kali ini kondisinya lebih parah. “Ya pak, ikan mengapung dan mati sampai ke Sungai Kampar hingga ke Kelurahan Pelalawan,” tambahnya.

Sementara itu, dilansir dari Jelajah Riau Televisi, salah seorang warga Desa Sering, Yusup, menyatakan bahwa masyarakat tidak mengetahui secara pasti asal limbah tersebut, namun warga memahami kanal itu bersumber dari kawasan pabrik.

“Yang jelas kanal datangnya dari pabrik RAPP di sana,” ujarnya.

Yusup juga menyoroti perbedaan warna dan bau air dari kanal-kanal yang bermuara ke sungai.

“Yang satu lain warnanya, dan satu lagi lain warnanya. Yang hitam pekat itu di sebelah kanan, dan jelas dari RAPP. Yang hitam pekat ini bau, bukan bau bangkai, lebih seperti bau bahan kimia,” ungkapnya.

Sebuah video berdurasi 9 menit yang beredar di media sosial memperkuat polemik ini. Dalam video tersebut, pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pelalawan sekaligus PPLH, Heri, mengungkapkan temuan verifikasi lapangan terkait aliran limbah industri ke Sungai Kampar.

“Tiga kanal itu punya kepemilikan masing-masing. Pertama kanal limbah milik PT RAPP, kedua kanal milik PT Asia Pacific Rayon (APR), dan satu lagi kanal berasal dari hulu PT Inti Indosawit Subur yang kemudian mengalir ke area HTI RAPP,” jelas Heri.

Ia juga membenarkan adanya perbedaan warna dan bau air kanal. “Air kanal PT RAPP warnanya relatif sama dengan sumber olahan mereka, sedangkan kanal APR terlihat lebih pekat bahkan cenderung hitam. Karena proses kimia dan bahan bakunya berbeda, wajar jika ada perbedaan warna dan bau,” tambahnya.

Selain itu Heri menyinggung penurunan debit Sungai Kampar secara signifikan, yang mengurangi kemampuan sungai mereduksi limbah.

 “Volume limbah yang dibuang perusahaan sama seperti sebelumnya. Tapi karena debit Sungai Kampar turun drastis, kemampuan sungai mereduksi limbah juga menurun,” jelasnya.

Penurunan debit tersebut bahkan menyebabkan alat pemantau kualitas air milik Kementerian Lingkungan Hidup di Pelalawan tidak lagi berfungsi karena permukaan air terlalu rendah.

Heri juga menegaskan bahwa tidak menutup kemungkinan kegiatan industri berkontribusi terhadap penurunan kualitas Sungai Kampar, meski faktor lain seperti limbah rumah tangga, keramba ikan, cuaca ekstrem, dan sistem tata kelola air juga ikut menjadi tekanan bagi sungai.

“Kami sudah bersurat ke DLHK Provinsi Riau dan Kementerian Lingkungan Hidup agar dilakukan evaluasi total. Kita tunggu tindak lanjutnya,” tutup Heri.

Hingga saat ini masyarakat masih menunggu kepastian: apakah tragedi ribuan ikan mati di Desa Sering dipicu faktor alami atau aktivitas industri.

Warga berharap pemerintah bersikap tegas apabila terbukti adanya unsur pencemaran industri serta membuka hasil uji laboratorium secara transparan kepada publik. (Tim)


[Ikuti Ayoriau.co Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar